Kolam Pembuangan Limbah Air Bahang PLTU Teluk Sepang Jebol

Coverpublik.com – Laju abrasi pantai disekitar pembuangan limbah air bahang PLTU batubara Teluk Sepang Bengkulu lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Abrasi ini terjadi dengan panjang lebih kurang 700 meter kiri kanan kolam pembuangan dengan ketinggian mulai dari 30 cm sampai dengan 1,25 meter.

Fenomena ini jelas terlihat dan dapat disandingkan dengan wilayah lain disekitar pantai Ketaping Teluk Sepang Kota Bengkulu yang tidak mengalami laju abrasi yang berarti.

Laju abrasi ini ditenggarai diakibatkan adanya bangunan berupa tumpukan batu yang berfungsi sebagai kolam penampungan air bahang sebelum dibuang ke laut lepas.

Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL Bab II-76 menyebutkan bahwa agar suhu air buangan turun lebih cepat sehingga mencapai baku mutu, air buangan dialirkan ke laut menggunakan saluran terbuka pada titik pembuangan (outfall) dengan cara menyusun batu (riprap) hingga berbentuk kolam dengan tujuan untuk mempercepat pendinginan air bahang dan meningkatkan jumlah oksigen terlarut serta menghindari erosi pada pantai.

Fakta pemantauan di lapangan, susunan batu telah berhamburan sehingga air bahang langsung mengalir ke laut lepas tanpa proses pendingingan. Keberadaan tumpukan ditepi laut seperti yang dipasang untuk kolam pendinginan limbah air bahang PLTU batubara tersebut, justru meningkatkan laju abrasi pantai.

Hal ini diungkapan dosen ilmu kelautan Universitas Bengkulu Ir. Dr. Deddy Bakhtiar, M.Si saat diundang menjadi pembicara mengulas fenomena jebolnya kolam air bahang PLTU batubara teluk sepang pada tanggal 26 Juli 2022.

Ia menjelaskan bahwa pergerakan ombak di laut Bengkulu membentuk sudut terhadap garis pantai sehingga terbentuk arus menyusur pantai yg mengangkut sedimen. Dengan adanya bangunan berupa batu kolam pendingin air bahang telah menghambat pergerakan arus sehingga mengganggu kestabilan sedimen dan berakibat terjadinya peningkatan laju abrasi yg parah di sisi kanan kolam. Dengan kata lain keberadaan susunan batu kolam pendingin air bahang justru meningkatkan laju abrasi.

Dedy pun menyarankan untuk mengubah sistem pembuangan limbah dengan cara lain dan tidak membangun sesuatu tepat di bibir pantai.

Ali Akbar Ketua Kanopi Hijau Indonesia menyatakan bahwa sistem atau model pembangunan kolam pembuangan limbah air bahang PLTU batubara teluk sepang tidak memperhatikan model arus laut di sepanjang pesisir Bengkulu. Hal ini juga terjadi pada saat pembangunan alur keluar masuk kapal ke pelabuhan Pulai Bai. Seharusnya pendangkalan pelabuhan yang terjadi selama ini menjadi gambaran dalam melaksanakan proyek yang menyentuh pesisir di Bengkulu.

Menurut Ali, hal ini sudah dapat diprediksi dan pernah dinyatakan dalam gugatan izin lingkungan PLTU batubara Teluk Sepang oleh warga pada tahun 2019. “Kejadian jebolnya kolam air bahang membuktikan dokumen ANDAL yang disebutkan hakim PTUN mampu mengatasi semua dampak lingkungan kenyataannya terbukti gagal. Hakim dalam hal ini keliru dan tanpa analisis yang komprehensif dalam menetapkan putusan,” kata Ali.

Limbah air bahang adalah air laut yang telah digunakan dalam proses pendinginan mesin PLTU yang dibuang kembali ke laut, sehingga suhu permukaan laut mengalami peningkatan suhu dari suhu rata-rata laut.

Peningkatan suhu air laut dapat mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang dan biota laut yang rentan terhadap kenaikan suhu air laut. Di mana suhu air bahang yang bisa dibuang ke laut mencapai 40 derajat.

Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas, DLHK Provinsi Bengkulu Rico Yulyana, M.Si menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan perusahaan. Menurutnya, PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) mengakui abrasi sangat tinggi dan perusahaan kewalahan mengendalikan abrasi yang terjadi. “Kami berterimakasih atas informasi yang disampaikan Kanopi dan sudah melakukan komunikasi dengan PT TLB. Intinya harus segera mengambil tindakan guna mengatasi jebolnya kolam pendingin bahang tersebut,” katanya. (kanopi)