Ketua SMSI Bengkulu Minta Akdemisi, Praktisi dan Masyarakat Turut Perangi Ujaran Kebencian dan Perundungan

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bengkulu Wibowo Susilo Foto/Dok

Coverpublik.com – Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bengkulu, Wibowo Susilo mengajak akademisi dan praktisi komunikasi turut memerangi ujaran kebencian dan perundungan yang semakin marak Jelang Pemilu 2024 Mendatang.

Menurutnya, fenomena ujaran kebencian dan perundungan sudah menjadi trend global diseluruh dunia, yang terus mengalami peningkatan kasus. Kemajuan teknologi yang sangat pesat, termasuk media sosial, kata Wibowo Susilo yang kerap disapa Raden Bowo, juga menjadi pemicu, semakin mudahnya seseorang dalam menyebarluaskan berbagai informasi termasuk ujaran kebencian dan melakukan aksi perundungan.

“Yang perlu dikhawatirkan dalam konteks ujaran kebencian ini adalah dampaknya dimana masyarakat rentan termakan isu-isu yang bisa menimbulkan kekerasan, perpecahan, dan konflik,” ungkap Bowo saat Ditemui diruang Kerjanya, Minggu (5/3/2023).

“Sedangkan dalam kasus perundungan akan menyebabkan tekanan sosial, stress, trauma, bunuh diri pada korban dan juga berpotensi membunuh orang lain,” tambahnya.

Wibowo Susilo menyebut, ujaran kebencian yang banyak bertebaran di media sosial bertolak belakang dengan konsep kesantunan berbahasa, sama hal nya dengan etika berkomunikasi.

Kebebasan di media sosial, lanjut Bowo, menjadi penyebab individu tidak merasa takut melakukan aksi ujaran kebencian di suatu postingan atau berita. Anonimitas yang disediakan platform media sosial juga menyebabkan banyak orang merasa aman saat melakukan aksi tersebut.

“Tidak sedikit yang menghujat, menghina, dan mencaci maki berdalih sebagai bentuk kritik. Parahnya lagi, komentar negatif tersebut dilakukan demi mendapatkan like, terlihat keren, atau mengikuti tren, tanpa mengetahui apa yang terjadi dan inti permasalahannya,” imbuhnya.

Maka dari itu, Ketua SMSI yang Juga Pengamat Kebijakan Publik inipun menyampaikan bahwa perang melawan ujaran kebencian dan perundungan adalah sebuah pekerjaan besar bersama. Masyarakat, harus terus diedukasi bagaimana cara menggunakan media sosial dengan bijak.

Termasuk bagaimana cara bersosialisasi dan berkomunikasi dengan individu dan kelompok lain sehingga potensi konflik bisa diredam. Selain itu, tambah Bowo, literasi digital masyarakat juga perlu ditingkatkan agar tidak tersandung UU ITE.

“Literasi digital bukan sebatas kemampuan untuk mengoperasikan suatu teknologi pada kehidupan sehari-hari. Tetapi para pengguna juga dituntut untuk bisa bertanggung jawab ketika menggunakannya,” tuturnya.

Kendati begitu, Wibowo Susilo mengatakan, bukan berarti masyarakat tak lagi bebas untuk berpendapat atau berekspresi. Hanya saja, perlu ada batasan-batasan untuk bebas mengeluarkan pendapatnya.

“Saya Optimis keterlibatan akademisi dan praktisi komunikasi dapat meningkatkan toleransi dan moderasi yang akan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. (Red)

Ketua SMSI Bengkulu Minta Akdemisi, Praktisi dan Masyarakat Turut Perangi Ujaran Kebencian dan Perundungan