Konbes NU Soroti Kekerasan di Lembaga Pendidikan

Ilustrasi pesantren/Foto: Kemenko PMK

Jakarta, CoverPublik.com  – Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) yang berlangsung pada 5-6 Februari 2025 di Jakarta menyoroti maraknya kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk pesantren.

Dalam rekomendasi yang dihasilkan, NU menekankan perlunya adanya strategi nasional yang lebih efektif untuk menanggulangi kasus-kasus kekerasan yang semakin meningkat di lingkungan pendidikan Indonesia.

Menanggapi rekomendasi ini, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kemenko PMK Ojat Darojat melalui keterangan resmi pada Minggu (9/2/2025), mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia menyambut rekomendasi ini dengan serius.

“Kekerasan di lembaga pendidikan adalah prioritas yang harus segera ditanggulangi secara komprehensif melalui grand strategy yang melibatkan kementerian, lembaga keagamaan, dan masyarakat sipil,” ujar Ojat.

Ojat melanjutkan bahwa Kemenko PMK berkomitmen untuk menyelaraskan grand strategy penanggulangan kekerasan di lembaga pendidikan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk kementerian terkait, lembaga keagamaan, serta organisasi masyarakat sipil. Pemerintah juga akan mendorong percepatan implementasi strategi tersebut agar langkah-langkah pencegahan dan penanganan kekerasan di lembaga pendidikan dapat berjalan lebih efektif.

Kemenko PMK juga mendukung pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Kekerasan di Lembaga Pendidikan sebagai pelengkap dari Satgas Penanggulangan Kekerasan di Pesantren. “Dengan pendekatan ini, kami berharap lingkungan pendidikan dapat benar-benar menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak Indonesia,” ujar Ojat.

Data Kekerasan di Lembaga Pendidikan Meningkat

Berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, tercatat 46 persen anak perempuan dan 37,44 persen anak laki-laki pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Sementara itu, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) melaporkan adanya 19.813 kasus kekerasan terhadap anak pada Januari hingga Oktober 2024, dengan 1.117 kasus (1.447 korban) terjadi di lembaga pendidikan pesantren.

Selain meningkatnya jumlah kasus, media sosial juga mempercepat penyebaran informasi terkait kekerasan di lembaga pendidikan. Respons masyarakat yang semakin kritis terhadap isu ini berujung pada tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku maupun lembaga yang diasuh pelaku, yang berdampak pada reputasi lembaga pendidikan, khususnya pesantren.

NU juga menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Kemenko PMK dalam menanggulangi kekerasan di lembaga pendidikan, terutama yang berada di bawah naungan Muslimat NU, Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU, Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU), serta pesantren yang berada di bawah Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI).

Beberapa langkah yang telah diambil oleh NU untuk menangani masalah ini antara lain membentuk Tim Lima, menyelenggarakan Halaqah Syuriyah PBNU bersama para kiai, mendirikan Satuan Tugas Penanggulangan Kekerasan di Pesantren (SAKA Pesantren), serta menyusun Peta Jalan Transformasi Budaya Pesantren Nir-Kekerasan.

Dengan adanya kerja sama yang solid antara pemerintah dan NU, diharapkan kekerasan di lembaga pendidikan, termasuk pesantren, dapat segera diminimalisir. Langkah-langkah pencegahan yang terintegrasi di semua level ini diharapkan mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi anak-anak Indonesia, sesuai dengan harapan pemerintah dan masyarakat.

Pewarta: Syafri Yantoni
Editor : Masya Heri