Satujuang.com – Baru-baru ini netizen dihebohkan dengan pernyataan dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah yang menyebutkan upah minimum pekerja di Indonesia terlalu tinggi.
” Akibatnya sebagian besar pengusaha tidak mampu menjangkaunya dan akan berdampak negatif terhadap implementasinya di lapangan,” pernyataan Ida dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/11/21) lalu.
Pernyataan Menaker tersebut mendapat respon yang beragam dari masyarakat dan kalangan pekerja. Salah satunya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Dalam konferensi pers, Senin (22/11), Said Iqbal menentang pernyataan Menaker dengan membeberkan data dari World Data, yang kemudian dibandingkan dengan data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) Jakarta. Kedua data dari sumber yang berbeda tersebut menyatakan, upah minimum Indonesia masih berada di bawah beberapa negara Asia Tenggara.
Said Iqbal mengatakan, menurut data ILO upah rata-rata buruh di Indonesia hanya US$174 per bulan atau setara Rp 2,4 juta per bulan. Upah ini lebih rendah dari negara seperti Vietnam, Singapura, hingga Malaysia. Namun, hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan negara Kamboja, Laos, dan Myanmar, yang upah buruhnya berkisar Rp 1,7 juta per bulan.
Said mencontohkan pariwisata Bali dan pariwisata Phuket (Thailand). Bali termasuk tujuan wisata 3 besar dunia, sementara Phuket hanya di posisi 20 besar. Namun kenyataannya upah minimum di Bali hanya Rp. 2,5 juta per bulan, sedangkan Phuket lebih tinggi, yaitu Rp. 4,1 juta per bulan.
Sementara di lain pihak, Staf Khusus Menteri Ketenegakerjaan (Kemenaker), Dita Indah Sari mencoba meluruskan pernyataan Menaker Ida Fauziyah melalui siaran pers (21/11)
Dita menegaskan bahwa, Menaker Ida Fauziyah sama sekali tidak bermaksud menganggap buruh di Indonesia tidak patut diberikan upah yang tinggi.
” (Upah-red) Ketinggian itu, komparasinya dilihat dari nilai produktivitas, kemampuan kita bekerja efektif dan efisien. Dari segi jam kerja dan jumlah libur kita ini gede,” kata Dita.
Dita membandingkan jumlah jam kerja Indonesia dengan Thailand. Jam kerja di Indonesia dalam satu minggu 40 jam, sementara di Thailand mencapai 44 jam.
“Komparasinya itu di situ, dengan nilai jam kerja sedikit, makanya upah itu ketinggian, nggak sesuai dengan produktivitas jam kerja dan efektivitas tenaga kerja,” papar Dita.
Dita juga menambahkan, pekerja Indonesia memiliki hari libur lebih banyak, mencapai 20 hari dalam setahun. Itu belum ditambah dengan berbagai cuti seperti, cuti tahunan, cuti bersama, cuti menikah, cuti melahirkan, cuti khitanan, dan cuti meninggal. Sementara hari libur pekerja di Thailand kurang dari 15 hari dalam setahun.
“Artinya kalau upah enggak cocok dengan outputnya kesimpulannya upah kita terlalu tinggi,” jelas Dita mencoba memberikan pemahaman. (UR)