Sanggar Wahyu Turonggo Mudo Lestarikan Kuda Kepang

Sanggar Wahyu Turonggo Mudo Desa Belitar Seberang, Sindang Kelingi, konsisten mengembangkan kesenian kuda kepang. di Desa Belitar Seberang Rejang Lebong. Sabtu (25/11/2023). Dok: Edwin Soleh

Coverpublik.com,RL – Sanggar Wahyu Turonggo Mudo Desa Belitar Seberang, Sindang Kelingi, konsisten mengembangkan kesenian kuda kepang.

‘’Kelompok Wahyu Turonggo Mudo ini didirikan alm. Mudalil. Saat ini saya selaku ketuanya merupakan generasi kedua dengan anggota 40 orang,’’ ungkap Ketua Sanggar Wahyu Turonggo Mudo, Siono di Desa Belitar Seberang Rejang Lebong. Sabtu (25/11/2023).

Kelompok kuda kepang ini lanjut Siono, bukan hanya tampil dalam acara hajatan warga desa saja. Tapi, sudah sering tampil keluar desa. Misalnya dalam menyemarakan acara acara di SPN Polda Bengkulu. Termasuk menyambut Menpar Ekraf, Sandiaga Uno, 28 Agustus 2022 lalu.

Khusus memeriahkan Festival Bhumi Belirang 2023, Sanggar Kuda Kepang Wahyu Turonggo Mudo juga menampilkan tari kolosal ‘’The Wonderful Of Belirang’’.

‘’Tari ini melibatkan sekitar 40 pendukung. Mulai dari para sepuh dan sesepuh desa. HIngga anak anak dan remaja. Tari ini digarap secara bersama sama. Mulai dari pencarian ide cerita hingga penataan gerak dan komposisi tarinya. Termasuk tata music pengiringnya yang menggunakan music gamelan,’’ tutur Siono.

Tari kolosal ini lanjut Siono, menceritakan kisah perjuangan para sesepuh asal Belitar, Jawa Timur masuk ke wilayah Belitar Seberang. Ketika berupaya membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian dan lahan permukiman Desa Belitar tahun 1932 lalu.

‘’Saat membuka hutan itu, para sesepuh bersama anak-anaknya kita diserang binatang buas seperti harimau, babi dan monyet. Termasuk, ganguan raksasa atau buto. Namun, berkat ketangguhan kesatria, seluruh binatang buas maupun buto yang mengganggu dapat dikendalikan. Sehingga, binatang dan buto bisa hidup berdamping dengan kita hingga saat ini. Perdamaian antara para sesepuh, buto dan binatang buas itu langsung disambut gegap gempita seluruh warga. Lalu, para ibu-ibu menumbuk padi untuk membuat makanan pesta,’’ tutur Siono.

Pewarta: Edwin Soleh
Editor: Man Saheri