Coverpublik.com – Persoalan penyaluran BBM bersubsidi jenis solar bagi nelayan di kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, semakin membuka tabir sengkarutnya bahan bakar penyambung nyawa bagi puluhan ribu masyarakat pesisir.
Data dari Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Kepri, cabang Kabupaten Karimun (Satker), sebanyak 2.285 unit kapal nelayan berdimensi 1-10 GT beroperasi, serta 459 unit ukuran 10-30 GT kapal besar yang setiap hari membutuhkan solar sebagai bahan bakar utama untuk melaut.
“Idealnya, kebutuhan solar bersubsidi bagi nelayan di Karimun sebanyak 50.876.000 Liter. Itu bagi nelayan saja, bukan untuk umum,” terang Anwar, kepala cabang DKP Kepri untuk Karimun, diruang kerjanya, Selasa, (14/6/22).
Sementara, berdasarkan jumlah kuota dari BPH MIGAS RI Nomor 17 Tahun 2019, solar untuk Karimun hanya sebanyak 19 ribu Kilo liter.
“Jadi, ada sampai 40 ribu Kilo liter yang harus selayaknya ditambah,” ucapnya.
Ia juga mengatakan, tidak tercukupinya kebutuhan solar bagi nelayan akibat tidak update nya data kapal nelayan mulai dari 1GT hingga 30 GT.
Selama ini, lanjut Anwar, banyak pemilik kapal yang membeli solar dari Black Market (BM). Karena pada saat itu, ditahun 2019, harga solar BM lebih murah.
“Sehingga mereka tidak mendatakan dirinya sebagai pengguna Subsidi. Dan ketika Solar Dunia naik, otomatis Solar BM juga naik, dan mereka kembali lagi mencari solar subsidi yang jauh lebih murah,” paparnya.
Menurutnya, pendataan kapal baik di pemerintahan daerah tingkat Kabupaten juga dirasa tidak relevan dengan pesatnya pertumbuhan industri maritim saat ini.
Sehingga, terjadi Miss informasi antara data yang disampaikan kepada pihak BPH Migas.
Anwar juga mengungkap, jumlah kapal setiap tahun meningkat di Karimun, bahkan untuk pengadaan dari DKP provinsi saja, sejak tahun 2019 hingga tahun 2021 sebanyak 256 unit yang sebelumnya hanya berjumlah 164 unit.
Baca Juga : Mendampingi Menteri ESDM Gubernur Rohidin Sidak SPBU di Kota Bengkulu
“Apalagi kapal milik perseorangan? Tentunya, data inilah yang menjadi acuan Pemda untuk merevisi kuota solar,” katanya.
Dia juga menanggapi terkait adanya dugaan “nelayan solar” yang saat ini menjadi trend ditengah kelangkaan solar baik di laut dan di darat. Hal itu bisa terjadi akibat lemahnya pengawasan pendistribusian.
” Kalau hal itu sih (nelayan solar_red), tidak bisa kita pungkiri, bisa jadi, ada oknum-oknum pemilik kapal yang memanfaatkan kondisi. Semua itu tergantung pengawasan,” jelasnya.