Sinyal Reshuffle dan Tanda Peringatan Jokowi Sambut Deklarasi Anies Baswedan

Pertemuan Jokowi dan Surya Paloh

Coverpublik.com – Presiden Joko Widodo memberi sinyal bakal melakukan kocok ulang atau reshuffle kabinet dalam waktu dekat. Hal itu dilakukan tak lama setelah Partai NasDem yang merupakan koalisi pemerintah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2024.
“Rencana selalu ada, pelaksanaan nanti diputuskan,” kata Jokowi ketika menjawab pertanyaan wartawan soal rencana reshuffle, Kamis (13/10).

Saat ini, ada tiga kader NasDem di Kabinet Indonesia Maju. Ketiganya yakni Menkominfo Johnny G Plate, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) Siti Nurbaya Bakar.

Beberapa organisasi relawan Jokowi telah mendesak Jokowi untuk mencopot tiga orang menteri asal Partai NasDem. Mereka tidak terima dengan keputusan partai besutan Surya Paloh itu mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies sebagai capres.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto juga ikut mendukung rencana Jokowi melakukan reshuffle. Menurutnya, Jokowi butuh menteri yang loyal, solid dan bekerja menyelesaikan masalah rakyat. Hasto menuding deklarasi itu sebagai sinyal NasDem yang ingin agar Jokowi lekas diganti sebagai Presiden.

Ia bahkan menyebut NasDem telah keluar dari partai koalisi pemerintah. Merespons hal itu, Nasdem mempertanyakan sikap Hasto yang tampak keras mengkritisi deklarasi Anies tapi diam kala Prabowo Subianto dideklarasikan Partai Gerindra sebagai capres.

“Itu klaim tak berdasar namanya. Koalisi itu didasarkan pada apa sih? Pada pencapresan seseorang? Gerindra kenapa tidak disebut lepas juga jika begitu,” kata Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya, Minggu (9/10).

Peringatan untuk Paloh
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi berpendapat NasDem bisa saja terkena reshuffle oleh Jokowi karena terlalu bersemangat mendeklarasikan Anies sebagai capres.

“Kalau NasDem dianggap sebagai partai yang dianggap bisa mengganggu jalannya pemerintahan, apalagi euforia Anies itu bisa mengganggu jalannya pemerintahan, karena NasDem terlalu euforia, ya bisa saja (reshuffle),” kata Asrinaldi saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Namun, jika memang terkena reshuffle, menurutnya, tak mungkin semua menteri dari partai tersebut didepak. Ia berpendapat reshuffle hanya untuk memberi peringatan bagi partai besutan Surya Paloh itu.

“Untuk memberikan peringatan bahwa NasDem ini tidak lagi loyal, tidak lagi menjadi pendukung militan Jokowi,” katanya.

Namun ia menilai Jokowi tidak akan reaktif dan mengganti menteri asal NasDem dalam waktu dekat. Menurutnya, Jokowi akan menunggu momentum jika benar-benar melakukan reshuffle. Alasan evaluasi kinerja menteri, bisa jadi dipakai untuk mendepak menteri dari NasDem.

“Kalau tidak ada alasan khusus, akan teriak juga, akan heboh juga NasDem. Pak Jokowi tidak sekadar langsung reaktif gitu, dia mempelajari 3-6 bulan. Tapi alasan sebenarnya orang bakal lupa, karena euforia Anies di NasDem,” katanya.

Anies jadi Masalah di Koalisi Jokowi
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai pernyataan Jokowi soal reshuffle menandai adanya ketegangan di internal koalisi pemerintah.

“Terlebih Presiden juga tidak lama sebelum ini bertemu dengan Megawati, bagaimanapun Jokowi perlu menimbang kepentingan politik di kabinetnya,” katanya.

Menurutnya, yang menjadi persoalan bukan langkah NasDem mendeklarasikan calon presiden, melainkan sosok Anies yang dideklarasikan.

Ia berpendapat partai koalisi pemerintah seolah khawatir jika Anies ikut Pemilihan Presiden 2024. Selain berpeluang menang, Anies dianggap dapat menjadi ancaman bagi kebijakan Jokowi ke depan.

“Sekarang, karena Anies menjadi jauh lebih populer usai dideklarasikan NasDem, bukan tidak mungkin partai penyokong pemerintah dilanda kekhawatiran, dan untuk menekan manuver NasDem, bisa saja usulan reshuffle itu muncul,” katanya.

Di sisi lain, ia menilai mengganti menteri dari NasDem adalah pilihan sulit bagi Jokowi. Selain kontribusi yang cukup besar, Surya Paloh dinilai memiliki pengaruh di kabinet. Namun pilihan itu bisa saja diambil jika ada tekanan.

“Tetapi, siapa Jokowi tanpa Megawati dan PDIP. Artinya pilihan sulit itu menjadi mudah jika tekanan datang dari partainya sendiri,” ujarnya.

“Meskipun, sekali lagi reputasi Jokowi dipertaruhkan, apakah ia akan memimpin kabinet dengan penuh ambisi politik atau demi kelangsungan pembangunan,” demikian Dedi. (Relisa/Cnn)